29 November 2010

Kinect Diluncurkan, Jepang Merespon Lambat

Lebih dari 10 tahun yang lalu aku sempet ngebayangin dimana kita bisa bermain 'Street Fighter' (game pertarungan) seperti layaknya kita sedang bertarung sungguhan. Tanpa pegang stick controller. Tanpa kabel. Tanpa apa-apa. 

Kalo kita melakukan gerakan menendang, maka karakter game kita juga akan ikut menendang. Kalo kita melakukan gerakan jongkok, maka karakter game kita juga akan ikut jongkok. Istilah kerennya 'virtual reality'.

Hari ini masa depan telah tiba!



kinect jepang

Microsoft telah meresmikan produk baru untuk konsol video game Xbox 360, yaitu Kinect, yang bisa memungkinkan kita untuk bermain game tanpa memegang apapun. Jadi gamenya dimainkan 100% dengan gerakan tubuh kita.

Kinect dilepas di Amerika pada awal bulan November, kemudian di Jepang baru pada minggu lalu. Hasilnya? Di Amerika, Microsoft berhasil menjual lebih dari 1 juta unit Kinect dalam 10 hari pertama. Sukses besar! Tapi lain ladang lain belalang. Dengan harga 14.800 yen (sekitar Rp. 1,5 juta) penjualan Kinect di Jepang hanya mencapai 26.000 unit.

Terbukti sudah bahwa Jepang memang terkenal dengan slogan "lebih cinta dengan produk dalam negeri" dengan penjualan Wii, PSP dan PS3 yang terus saja meroket, meninggalkan produk asing jauuuuuuh di belakang.

Profile Kartunis: Richard Pech

Postingan hari ini adalah postingan hasil karya dan wawancara dari seorang pencinta komik, kartunis amatir, dan temen lama aku dari satu sekolah SD dulu. ^_^

Perkenalkan, namanya adalah Yohanes Richard Pech.

Yohanes Richard Pech

Yohanes Richard Pech

Yohanes Richard Pech

Jepang.net: Apa pekerjaan kamu sekarang?

Richard: Arsitek.


Jepang.net: Sejak kapan kamu mulai suka menggambar komik?

Richard: Jaman kuliah.


Jepang.net: Kamu anggap gambar-gambar kamu itu sebagai manga yang terinspirasi oleh Jepang, ato komik yang terinspirasi oleh Amerika?

Richard: Jepang, soalnya dari kecil tumbuh ama cerita-cerita Doraemon, Dragon Ball, Kungfu Boy dan kawan-kawan. Jadi secara gak nyadar suka sama gaya Jepang. :D


Jepang.net: Manga apa yang paling kamu suka?

Richard: Sekarang lagi ngikutin murni Naruto ama One Peace doang hehehe. Karena penasaran sama ceritanya dan pengolahan karakternya juga bagus. Gak terlalu punya banyak waktu buat baca-baca komik lagi. :D

Anyway, kalo gaya gambar banyak terpengaruh sama Akira Toriyama (Dragon Ball), Mazakasu Katsura (I's), sama Tetsuya Nomura (Final Fantasy character designer). Lalu kalau story telling sama si Inoue Takehiko (Slam Dunk).


Jepang.net: Apa selama ini kamu cuma iseng gambar-gambar aja karena hobby? Atau kamu ada rencana untuk terbitin manga kamu sendiri?

Richard: Hobi awalnya, ada rencana juga buat nerbitin. Tapi kalau dilihat dari pangsa pasar dan skill gambar, rasanya hal ini masih susah banget buat diraih. <>


Jepang.net: Ada enggak manga kamu yang udah selesai menjadi satu buku atau satu cerita utuh?

Richard: Ada beberapa yang udah jadi, kerjasama dengan penulis asing. Tapi semua itu berupa cerita-cerita pendek yang selesai beberapa halaman doang. Banyak yang gak jelas kelanjutannya gimana. :P

Tapi sejauh ini yang terbit cuman 1 cerita dengan 4 halaman di majalah komik RX TALES keluaran MC Studios dari Amrik. <>

Jepang.net: Apa ada perkumpulan atau klub komik/manga yang kamu join?

Richard: Gak secara fisik, hehehe. Paling club-club di Facebook aja. :P

Yohanes Richard Pech

Kalian bisa berkenalan dengan dia dan melihat-lihat hasil goresan dia yang lain melalui Facebook.

Buah-Buahan dan Sake Bisa Dengar Musik?

Bisa. Kata orang Jepang.

Toyoka Chuo Seika, perusahaan yang berbasis di prefektur Hyogo baru saja mengirim produknya yang bernama "Pisang Mozart" ke semua supermarket di daerah tersebut.

Tiba di Jepang sebagai pisang biasa dari Filipina, pisang-pisang tersebut akhirnya bertemu dengan takdir yang aneh. "String Quartet 17" dan "Piano Concerto 5 dalam D mayor" di antara karya-karya lain, dimainkan terus menerus selama satu minggu di ruang pematangan yang memiliki speaker-speaker besar khusus untuk tujuan ini.

pisang jepang

Tapi mereka bukan pisang pertama di Jepang yang mendengar alunan komposer besar Austria dari abad ke-18 itu. Sebuah pusat grosir buah-buahan di prefektur Miyazaki sudah melakukannya dari tiga tahun yang lalu. Bahkan dalam beberapa dekade terakhir, berbagai macam makanan dan minuman telah terkena getaran musik klasik, seperti kecap di Kyoto, mie udon di Tokyo, miso di Yamagata, jamur maitake di Ishikawa dan "Roti Beethoven" di Nagoya.

Ini cukup untuk membuat para skeptis bertanya-tanya: Apakah produsen benar-benar serius tentang manfaat dari musik klasik? Seorang wakil dari perusahaan buah Hyogo, Isamu Okuda, mengatakan bahwa mereka percaya kalau musik klasik bisa membuat pisang menjadi manis.

"Kami pikir ini akan menjadi investasi yang baik," kata Okuda, "yang akan membedakan perusahaan kami dari yang lain."

Pisang yang dijual secara lokal di Toyoka dibandrol dengan harga ¥300 (sekitar Rp. 30.000) per buah, dan dibandingkan dengan tahun lalu tingkat penjualan pun terus meningkat. Rencananya adalah meluaskan area penjualan ke jaringan supermarket yang lebih luas di masa depan.

sake jepang

Perusahaan lain yang menggunakan musik klasik adalah Shuzo Ohara, produsen sake di prefektur Fukushima. Direktur senior, Fumiko Ohara, mengatakan bahwa mereka telah memulainya lebih dari 20 tahun yang lalu ketika sang presiden, Kosuke Ohara, menemukan sebuah buku tentang pembuatan bir dengan musik. Mereka pun bereksperimen dengan jazz, Mozart, Bach, dan Beethoven.

"Hasilnya adalah Mozart yang terbaik untuk pembuatan sake," kata Ohara, "dan itulah sebabnya kami hanya menggunakan musiknya."

Selama 24 sampai 30 hari, pada langkah ketiga dari proses pembuatan sake, Mozart dimainkan selama satu jam di pagi hari dan satu jam di sore hari selama proses fermentasi di tangki stainless-steel berlapis enamel. "'Symphony 41' dan 'Piano Concerto 20' membuat sake memiliki aroma yang lebih kaya dan rasa yang lebih ringan," katanya.

Sejak tahun 1989 sake buatan Ohara yang berlabel "seri klasik" dengan kisaran harga ¥1.000 s/d ¥5.000 selalu terjual habis.

Sejumlah ilmuwan menolak untuk diwawancarai untuk cerita ini karena tidak ada penelitian yang cukup, tapi itu tidak membuat Hiroko Harada berhenti menyetel lagu klasik. Manajer perusahaan Harada Tomato itu telah membuktikannya dengan tomat-tomat produksinya yang lebih lezat dan manis berkat Mozart.

Harada pertama kali memikirkan ide gila ini 15 tahun yang lalu, setelah dia mendengar tentang sapi di Spanyol yang produksi susunya meningkat setelah mendengarkan Mozart.

Di perkebunan Harada, speaker-speaker ditempatkan di seluruh sembilan rumah kaca dan lagu Mozart diputar selama 10 jam sehari dari Oktober sampai Mei. "Yang paling penting adalah bahwa musik klasik menciptakan lingkungan yang santai dan nyaman bagi kita untuk bekerja, dan ini rupanya menular kepada tomat-tomat kami," katanya.

Menurut Tokushima Kogyou Shikenjyo, sebuah lembaga penelitian publik, tomat Harada mengandung tiga kali lebih banyak zat besi dan vitamin C daripada tomat biasa. Apakah ini hasil dari musik klasik atau karena cara berkebun organik yang terampil? Sulit untuk mengatakannya, tapi Harada merasa Mozart memainkan perannya dengan baik.

Walaupun tidak ada data penelitian resmi untuk mendukung klaim bahwa musik Mozart memiliki efek pada makanan dan minuman, satu penjelasan untuk popularitasnya manfaat di balik musik klasik adalah frekuensi tinggi yang bisa memberikan efek "tenang" pada manusia.

Musik Mozart yang mempunyai frekuensi diatas 8.000 Hz memang sering dimanfaatkan untuk terapi pada pasien dengan tingkat stress yang tinggi. Tapi apakah berlaku untuk makanan, minuman dan tanaman? Bukankah semua itu benda mati? Tanaman dan tumbuhan mungkin makhluk hidup, tapi... memangnya mereka punya kuping?